Saturday, August 31, 2013

Lestari, Dewi (Dee). MADRE: Kumpulan Cerita.



Di hari yang panas-gerah ini TAT bukunya Dewi Lestari ini saya pilih untuk direview sajalah di lapak ini A__A Yah, to be really honest, di waktu saya pertama kali mendapat buku ini dari kakak dan menyelesaikan buku ini lama sebelum ini (ups) saya belum pernah baca buku karya Dewi Lestari sebelumnya, terlepas dari sudah lama berseliwernya nama “Dee” di jagad perbukuan. Karena rasa penasaran dan barangkali juga ketenaran yang sudah diraih dari nama “Dee” waktu itu di jaman-jaman difilmkannya “Perahu Kertas”, kalau tidak salah (yang omong-omong juga belum saya baca, yawn, eh bercanda), akhirnya saya pun baca kumpulan cerita ini dengan ekspektasi yang tidak begitu jernih, semacam “harusnya bagus kan yak”.

Oh, yes, indeed, tidak selalu kok respon/opini publik tentang karya yang bagus itu melebih-lebihkan (ups no offense anyway) karena memang benar bahwa kualitas seorang "Dee yang digadang-gadangkan itu meski sepertinya tidak ada Sumatra-Sumatranya (maksudnya mistaken as Rumah Gadang yang saya pikir asalnya dari Sumatra if you don't get the joke oh well)" memang tidak perlu dipertanyakan. Sebagai seorang penulis, pencipta lagu, penyanyi dan sederet permatapencaharian lainnya yang dilakoni, Dee memang mempunyai bakat yang besar dalam hal yang digelutinya selama ini sampai namanya dan karyanya bisa menjadi salah satu yang terbesar sekarang ini. Buku ini sendiri tidak kesemuanya merupakan tulisan dalam bentuk cerita, melainkan terdiri dari "13 karya fiksi dan prosa pendek". Di mana prosa yang berbentuk cerita fiksi adalah Madre, Have You Ever, Guruji, dan Menunggu Layang-Layang. Secara spesifik, mungkin saya akan lebih banyak bersandar pada keping yang terasa paling nyaman saya bicarakan mengingat keterbatasan tertentu yang saya miliki untuk mencerna karya puisi di sini atau menghayati maksud lebih dalam dari prosanya.



Madre sebagai kisah yang langsung disajikan sebagai pembuka saja sudah tidak tanggung-tanggung, maka tidak melebih-lebihkan juga jika akhirnya bisa difilmkan (meski saya belum nonton A__A). Cerita yang tersusun dengan sangat baik mengenai rahasia dunia artisan bakery yang diwariskan ke Tansen, pewaris yang selama ini mengenali dirinya sebagai seorang yang tak terikat nan berjiwa bebas sebenarnya mungkin diam-diam menceritakan tentang cara pengemasan suatu fiksi lainnya mengenai "penemuan diri" — yang ternyata bisa melibatkan tepung, adonan, sampai toko roti tua dengan orang-orang tua yang masih mencintainya sampai sekarang (mencintai toko rotinya, ya). Dee memberikan pengalaman yang sangat menarik tidak hanya pada cerita dan penulisan yang serenyah roti, tapi juga pada dunia "baru" dalam artisan bakery yang sekaligus bisa dihitung-hitung menambah pengetahuan umum.

Menengahi telebih dahulu sebelum prosa fiksi Have You Ever adalah prosa pendek Rimba Amniotik — yang seperti menggambarkan "pengalaman sakral" Dee dengan janin putrinya yang sedang dikandungnya (saat itu), serta Perempuan dan Rahasia yang merupakan puisi bersifat manis-kriptik sesuai judulnya dan Ingatan Tentang Kalian yang rasanya merupakan puisi perenungan mengenai sosok "kalian" dalam cinta dan persahabatan. Prosa fiksi Have You Ever sendiri, sebenarnya merupakan cerita yang jika semata-mata diikuti terasa renyah-renyah saja, tentang suatu "misteri semesta" yang dialami sang tokoh yang mengikuti "firasat" dari pengalaman yang dialaminya ketika ia ada di suatu tempat di pesisir Australia — jujur saja saya merasa masih belum bisa menangkap apa maksud lebih dalam dari prosa fiksi ini meski entah kenapa saya bisa betah membacanya sampai akhir A___A

Line-up selanjutnya adalah Semangkuk Acar untuk Cinta dan Tuhan sebagai semacam prosa pendek lain yang intinya menjelaskan cara Dee menjelaskan arti cinta (dan juga Tuhan?) dengan semangkuk acar pedas. Diikuti Wajah Telaga, Tanyaku Pada Bambu, dan 33 sebagai deret puisi yang saya rasa cukup menggambarkan "jalan pikiran dan perenungan"nya yang khas sebagai penulis, meskipun rasanya tidak begitu tersampaikan pada saya sebagai pembaca jelatanya A___A kecuali pada sensasi standar soal puisi "bagus, tapi saya gak paham" A__A Nah, mereka tadi mengantarkan prosa fiksi Guruji yang ceritanya tentang seorang "murid spiritual" yang masih belum bisa memaafkan atau merelakan sang guru yang disebut Guruji itu. Well.

Nah, akhirnya hampir sampai juga pada prosa fiksi favorit saya di sini Menunggu Layang-Layang yang diapit oleh puisi Percakapan di Sebuah Jembatan dan Barangkali Cinta. Lagi-lagi, well, sama seperti tanggapan saya sebelumnya soal puisi-puisi dalam buku ini yang rata-rata "memang bagus, tapi saya ga paham" .___.

Oke, ini sendiri sebenarnya merupakan semacam prosa fiksi yang saya pikir bisa dikategorikan Metropop karena menceritakan kisah Christian dan Starla, duo sahabat di kota metropolis yang meski bersahabat tapi "prinsip"nya nampak bertentangan dalam beragam hal, mulai dari pilihan ramuan secangkir kopi masing-masing sampai pada "prinsip soal cinta" yang jadi judul di sini — yakni tentang "tabiat" Starla yang dikatai Christian as narrator dalam cerita sebagai "layang-layang" yang rasanya maunya bebas terbang kemana-mana melulu. Bagaimana tabiat Starla yang seperti itu entah kenapa selalu bertabrakan dengan Christian si "well-planned" yang selama ini notabene adalah "tempat-sampah" Starla, lalu akhirnya Christian yang jengah pada "tabiat layang-layang" Starla akhirnya "berontak" dan fed up. Apa mereka berdua memang tidak bisa dipersalahkan, sama-sama salah, atau sama-sama missing out a sign dalam "perbedaan" mereka? A___A

Sebagai pembaca pertamanya, ya, pada akhirnya saya rasa saya memang tidak bisa jauh-jauh dari melakukan penempatan fokus pada beberapa saja yang dimuatkan dalam buku ini, meski saya yakin semuanya sudah dibuat dengan baik dan mungkin memberikan pengalaman yang berbeda bagi pembaca lain. Well, afterall buat saya memang (sekali lagi) Dee is really a no joke as an all-rounder of her own capabilities and thinking, rasanya dalam setiap karya dia kita selalu bisa punya "sesuatu" yang bisa kita lihat sebagai "kelebihan" atau "perbedaan" yang dimilikinya yang membuat dia (sekali lagi) merupakan yang terbesar sekarang ini (:

4 comments:

  1. Madre berarti Ibu, ah ceritanya Dee memang selalu inspired. Jadi inget Padre!

    ReplyDelete
  2. suka banget ma nih buku ga pernah bosen baca hehehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Waw~ kalau saya baca ulang cerpennya yang Menunggu Layang-Layang itu, hehe. Terima kasih ya^^

      Delete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Back to Top